TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS

"TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS"

Rabu, 21 September 2011

BENSIN PREMIUM MENGGANGU BEBAN SUBSIDI PEMERINTAH?


130407799537585944
Kementerian Keuangan telah merasa kesulitan menjaga anggaran subsidi BBM tahun ini untuk tidak meningkat. Dikarenakan saat ini masih terdapat faktor-faktor yang mendorong perlunya ada penambahan subsidi BBM, seperti penundaan pengaturan konsumsi BBM bersubsidi.
Dan Faktor lain yang mendorong kenaikan anggaran subsidi BBM adalah peningkatan Harga Minyak Mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP).
Produksi minyak hingga Maret 2011 rata-rata hanya mencapai 906.000 barel per hari. Sementara target asumsi yang diharapkan dalam APBN 2011 sebesar 970.000 barel per hari. Untuk Kuota Premium 38,6 juta kilo liter, subsidinya Rp 98,2 triliun.
Karena keberadaan premium telah menganggu beban subsidi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, menginginkan bensin jenis premium dihapuskan.
Ia juga menginginkan sebagai bagian dari menjaga anggaran subsidi, bensin jenis pertamax tidak diberikan subsidi dan dijual sesuai tingkat keekonomisan pasar. Menurutnya pertamax itu harus mencerminkan pasar sehingga tidak perlu diberikan subsidi.
Bensin premium pada tahun ini berpotensi membebani anggaran subsidi serta volume BBM dalam APBN sebesar 38,6 juta kiloliter karena belum ada penetapan pembatasan BBM bersubsidi.
Menkeu mengharapkan munculnya kesepakatan antara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi VII DPR RI untuk menghapuskan BBM bersubsidi serta kepastian untuk menjaga anggaran negara.
Untuk pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap yaitu yang dihapus pertama subsidinya dulu lalu kemudian produknya. Ia juga mengharapkan ada keputusan terkait hal ini dan memberi contoh situasi yang terjadi di China, yang secara berani dua kali melakukan penyesuaian harga minyak pada Februari dan April. Penyesuaian tersebut perlu dilakukan untuk menumbuhkan prinsip kehati-hatian dan penghematan.
Sementara pihak Pertamina menyatakan siap untuk menghapus peredaran bensin premium, jika memang sudah menjadi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Sejauh ini kita belum tahu apakah memungkinkan BBM jenis Premium tersebut dapat di hapus.
Satya W Yudha, selaku Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, hari ini Jumat 29 April 2011 kepada media di Jakarta, berpendapat tentang gagasan pemerintah menghapus prodak BBM jenis Premium (yang disubsidi). Menurutnya penghapusan bensin premium masih terlalu jauh dibahas dan sulit direalisasikan, mengingat daya beli masyarakat yang masih rendah dan banyak permasalahan teknis yang perlu dipertimbangkan. Sehingga hal tersebut sama saja seperti mimpi untuk 20 tahun yang akan datang.
Pernyataan Satya tersebut menanggapi pernyataan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo tersebut. Menurutnya, bagaimana cara me-manage supaya subsidi bisa berangsur-angsur terkurangi ?. Karena rencana penghapusan bensiun premium itu sendiri dibutuhkan kajian teknis (dari Kementerian ESDM) yang lebih jauh lagi terkait menghilangkan Premium.
Bagaimana mengantisipasi harga Pertamax yang mahal dan sudah menjadi harga pasar? Jadi, menghapus Premium itu tidak mudah, karena esensi dari subsidi itu sendiri. Pertamax mau disubsidi? Lalu kalau tidak disubsidi, Bagaimana mengendalikan harga Pertamax?.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan kajian yang menyangkut aspek-aspek mengenai Premium itu sendiri, mengenai Premium yang disubsidi, serta harga Pertamax yang sudah naik.
Memberikan satu prodak saja (Memberi Pertamax tanpa Premium yang disubsidi) di saat-saat sekarang, sama saja membenturkan masyarakat dengan harga yang sangat tinggi. Memberi pilihan prodak BBM yang harganya tinggi itu sangatlah tidak bijaksana.
Sebenarnya rencana pemerintah menghapus premium baik dari sisi subsidi hingga menuju ke penghapusan prodaknya memang masih terlalu jauh, karena masyarakat Indonesia saat ini masih sangat membutuhkan subsidi dari Pemerintah.
Realisasi penghapusan bensin premium baru dapat tercapai jika masyarakat nantinya sudah sadar akan lingkungan dan juga tidak perlu mendapatkan subsidi lagi. Selain itu, saat ini masih banyak negara yang menggunakan premium. Walaupun sudah tidak disubsidi, tapi BBM setara dengan premium itu masih dibutuhkan.
Ada dua prinsip terkait pembatasan BBM bersubsidi. Pertama, premium secara bertahap yakni dihapus dari sisi subsidi maupun produknya di pasaran. Kedua, tidak akan memberikan subsidi untuk BBM jenis Pertamax yang selama ini sudah dijual sesuai tingkat keekonomiannya.
Bagaimana menurut anda?
*(Sumber dari berbagai media)


Postingan 29 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar