TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS

"TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS"

Rabu, 21 September 2011

RAKSASA

Setiap hari setelah pulang sekolah, anak-anak sering pergi bermain ke kebun raksasa. Mereka bermain-main dengan riangnya. Kebun itu luas dan indah sekali. Rumput yang hijau halus terbentang disana. Bunga-bunga yang indah pun tumbuh dengan baik. Burung-burung bertengger dan berterbangan dari pohon ke pohon sambil bernyanyi dengan merdunya.
“Enak sekali, bermain-main disini !” kata anak-anak itu menyatakan kepuasan hatinya. Akan tetapi, pada suatu hari raksasa kembali kerumahnya. Sudah lama sekali raksasa tersebut meninggalkan rumahnya. Ketika tiba di rumahnya didapatinya anak-anak sedang bermain-main di kebun. Raksasa sangat marah sekali. Matanya yang besar itu melotot mengerikan.
“Hai !! Sedang apa kalian ribut-ribut di kebunku hah ?” bentak raksasa. Suaranya menggelegar menakutkan. Anak-anak serta merta lari berhamburan ketika mendengar suara bentakan raksasa tadi. Mereka bukan main takutnya setelah sempat melihat tubuh raksasa yang sangat tinggi besar itu.
“Kebun ini kepunyaanku !” kata raksasa, “Mulai hari ini siapa yang masuk ke kebun ini, akan kutangkap !”. Dengan demikian raksasa telah menyatakan dirinya sebagai raksasa yang hanya mementingkan dirinya saja. Kemudian raksasa itupun membangun pagar tembok yang tinggi di sekeliling kebunnya itu. Dia tidak ingin ada anak-anak yang ikut menikmati keindahan kebunnya lagi.
“Jika ada yang masuk ke kebunku, pasti akan aku hukum !” gumam raksasa, setelah menyelesaikan pagar keliling tersebut. Sehingga anak-anak yang malang itu tidak punya tempat bermain lagi. Setelah pulang sekolah mereka tidak pernah keluar rumah. Mereka sering mengatakan, betapa indahnya kebun raksasa itu. Sayang raksasa tak mau mengerti kegemaran anak-anak tersebut. Sesekali mereka memanjat dan melongok melewati tembok yang tinggi, memandangi kebun itu dan dengan sedihnya membicarakan permainan-permainan yang dulu mereka lakukan disana.
Waktupun terus berlalu, hingga tibalah musim penghujan. Akan tetapi betapa anehnya di kebun raksasa itu, tidak ada hujan sama sekali di sana. Yang ada hanyalah panas yang terik. Bahkan panasnya makin menjadi-jadi. Seakan-akan masih berlangsung musim kemarau. Sehingga raksasa merasa bersedih hati. Gersang.
“Aku tidak mengerti mengapa hujan tak kunjung datang juga,” gerutunya.
“Kuharap ini akan segera berubah…,” gumamnya dalam hati. Akan tetapi musim penghujanpun tetap tidak juga datang.
Pada suatu pagi ketika raksasa masih berbaring di tempat tidurnya, tiba-tiba saja ia mendengar suara yang sangat merdu dan pada saat itu juga ia langsung menengok keluar, ia ingin tahu asalnya bunyi suara tersebut. Ia mencari-cari siapakah yang bersenadung itu, namun tak ia dapati. Raksasa tak tahu kalau itu adalah suara si kecil yang bernyanyi riang di luar jendela rumah raksasa. Dia telah merindukan suara yang demikian itu. Sebab sudah lama tak pernah mendengar kicauan burung di dalam kebunnya. Raksasa baru menyadari kalau dirinya telah merasakan kesepian. Ia berharap agar kebunnya yang luas itu kembali menjadi indah lagi. Rumput yang hijau halus, terbentang lagi disana, bunga-bunga yang indah pun tumbuh kembali dengan baik serta burung-burung bertengger dan berterbangan dari pohon ke pohon sambil bernyanyi dengan merdunya.
Udara di kebunnya sudah tidak panas lagi. “Oh…akhirnya datang juga musim penghujan ini,” kata raksasa. Tiba-tiba raksasa terpesona. Apa gerangan yang dilihatnya? Ternyata raksasa hampir-hampir tidak percaya pada pengelihatannya. Melalui lubang kecil bawah pagar, anak-anak merangkak masuk ke kebun lalu memanjat pohon yang ada di kebun itu. Sementara raksasa mengintainya. Dan tampaknya pohon-pohon itu gembira serta mereka seperti senang menyongsong kedatangan anak-anak yang sudah lama tidak pernah datang lagi ke kebun itu. Semuanya sudah berada di atas pohon, hanya satu anak lagi yang masih berusaha untuk memanjatnya, namun masih belum berhasil.
Dia adalah si kecil. Memang ia terlalu kecil, sehingga bagaimana pun juga tak akan bisa menjangkau dahan pohon itu. Dan seketika itu hati raksasa yang tadinya keras itupun menjadi lunak setelah melihat anak kecil tersebut.
“Aku terlalu jahat dengan mereka,” gerutu raksasa. “Sekarang aku tahu mengapa musim penghujan itu enggan sekali datang kemari. Aku akan meletakkan anak kecil itu di puncak pohon. Dan pagar itu akan aku runtuhkan. Pasti kebunku akan ramai dijadikan tempat bermain oleh anak-anak untuk selama-lamanya.” Tanpa sadar raksasa itupun meneteskan air matanya. Sadar.
Sekarang raksasa benar-benar menyesali perbuatannya, karena itu ia langsung lari ke kebunnya. Akan tetapi anak-anak melihatnya, mereka sangat ketakutan lalu semuanya lari berhamburan. Dan hanya anak kecil itu saja yang tidak lari. Matanya penuh dengan air mata, sehingga ia sama sekali tidak dapat melihat raksasa itu datang. Lalu raksasa mengangkatnya ke atas pohon dan seketika itu juga pohon tersebut berbungga. Burung-burung berdatangan kesana dan bernyanyi-nyanyi dengan merdunya. Raksasa merasa gembira sekali. Anak-anak yang lainnya ketika melihat raksasa berlaku baik terhadap si kecil segera berdatangan kembali. Anak kecil itupun langsung memeluk raksasa dan menciumnya.

“Mulai hari ini, kebun ini adalah kebun kalian semua !” kata raksasa dengan lembut dan ramah kepada anak-anak sambil merubuhkan pagar kebun itu. Dan mulai hari itu pula musim penghujan datang kembali ke kebun raksasa. Sehingga kebun itu tidak gersang lagi.
Sepanjang hari anak-anak bermain dan petang harinya mereka datang menemui raksasa untuk pamit pulang.
“Anak-anakku dimana temanmu yang kecil itu ?” tanya raksasa.
“Kami tidak tahu…,” jawab anak-anak, “mungkin dia sudah pergi.”
“Katakan padanya agar dia datang lagi kesini besok,” kata raksasa.
Akan tetapi anak-anak mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui tinggalnya anak itu. Mereka sebenarnya baru melihat pada hari itu. Dan raksasa bukan main sedihnya mendengar cerita anak-anak tersebut. Raksasa sangat mencintai anak itu karena telah menciumnya.
Setiap hari anak-anak setelah pulang sekolah selalu bermain dengan raksasa. Akan tetapi si kecil itu tidak pernah muncul. “Aku ingin sekali bertemu dengan anak kecil itu !” katanya dengan perasaan rindu membayang di wajah yang semakin tua itu.
Akhirnya tahun pun berganti tahun. Raksasa semakin bertambah tua dan lemah. Dia tidak bisa bermain lagi dengan anak-anak. Sekarang ini kerjannya hanya duduk diatas kursi sambil memperhatikan anak-anak bermain dan tak habis-habisnya mengagumi kebunnya yang indah itu, yang kini selalu dirawat oleh anak-anak.
“Tapi dimanakah anak kecil itu ?” kata raksasa dalam hati. Namun bersamaan dengan itu tiba-tiba langit menjadi cerah, bahkan lebih cerah dari biasanya dan ada cahaya datang ke kebun raksasa. Sekonyong-konyong ia mengusik matanya. Ia melihat ke arah kebun dan ia merasakan adanya perubahan yang sangat ajaib.
Lalu……………………
“Selamat pagi raksasa !” tiba-tiba terdengar suara anak kecil dari belakang, di atas dahan. Raksasa kaget, lalu ia heran melihat seorang anak kecil tersebut berpakaian putih-putih sedang duduk di dahan salah satu pohon yang ada di kebunnya. Anak itu tersenyum kepada raksasa,
“Siapakah engkau ?” tanya raksasa kemudian. Anak kecil itu tidak langsung menjawab, ia tetap tersenyum terus memandangi raksasa, baru setelah itu ia berkata : “Raksasa, aku adalah anak kecil yang pernah engkau izinkan bermain-main di kebunmu ini. Sekarang tiba waktunya engkau datang bermain-main di kebunku, yaitu surga !”
Dan ketika anak-anak berdatangan ke kebun siang itu, mereka menemukan raksasa tergeletak mati dibawah pohon. Seluruh tubuhnya tertutup bunga-bunga berwarna putih.-
Pondok Petir, 23 April 2011
(Sebuah dongeng dunia yang telah didongengkan kembali oleh Edy Priyatna kepada cucu-cucunya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar