TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS

"TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS"

Kamis, 22 September 2011

CURAHAN HATI NUNIL [MPK]


1307807964525103969
Senja telah mulai sirna ketika udarapun tidak begitu bersahabat. Hujan turun dari mulai rintik-rintik hingga menjadi lebat bercampur badai. Mencekam sekali rasanya, apalagi listrik padam pada saat itu. Sehingga dapat dibayangkan betapa gelapnya keadaan desa Rangkat malam itu. Dan cukup lama keadaan tersebut baru mulai berbeda. Setelah hujan agak reda, Nunil mengambil HP nya lalu langsung menghubungi seseorang yang sudah lama sekali tidak pernah ia temui.
“Hallo… !”
“Ya, hallo…… !”
“Assalamu’alakum”
“Waalaikumsalam…..”
“Bisa bicara dengan Edri ?”
“Ya, saya sendiri !”
“Hey, Dri! Aku Nunil masih ingat ?”
“Hey, kamu rupanya ! Tumben baru telepon lagi ? Apa kabarnya nih ?”
“Baik-baik Dri, kamu bagaimana ?”
“Sama, cuma sedikit pusing karena cuaca agak buruk ya ? Ada kabar apa nih?”
“Dri, malam ini kamu sibuk nggak?”
“Nggak tuh, kenapa?”
“Bisa terima pengaduan nggak?”
Edri tertawa mendengarnya. Ia jadi teringat kalau sahabatnya yang satu ini - Nunil - memang selalu suka meminjam istilah-istilah lucu. Seperti pengaduan tadi misalnya. Pengaduan bagi Nunil artinya bahwa dia lagi punya uneg-uneg yang akan dibaginya dengan Edri.
“Bisa, glek saja langsung !”
Nunil gantian ketawa. Ia merasa cukup terhibur. Setelah seharian tadi kepalanya mumet dan merasa nyaris pecah gara-gara pertempuran dengan Adi, cowoknya.
“Begini Dri, kayanya aku nggak bisa langgeng sama Adi …..”
Nunil mulai melaporkan pengaduannya. Lalu ceritanya segara meluncur seperti sebuah cerpen.
****************
“Kalau mau bubaran, ya bubar saja Mas ! Kita nggak usah bertele-tele”.
Siang itu kemarahan Nunil sudah sampai ke ubun-ubun. Ditendangnya batu kecil yang ada di jalanan yang dilewatinya berdua Adi.
“Kamu itu bicara apa ?”
“Bicarain kita, Mas kira sekuat apa aku menahan kesal yang sudah menumpuk sejak lama ?”
“Kamu kesal sama saya ?”
“Sama semuanya ! Tapi yang penting sama kelakuan Mas. Mas selalu mau menang sendiri.
Selalu menyalahkan aku, sementara kalau Mas yang salah, Mas nggak merasa bersalah. Seolah-olah Mas nggak pernah bersalah terhadapku”. Adi mengerutkan keningnya.
“Bisa kamu sebutkan ?”
“Bisa, banyak sekali !”, sambar Nunil cepat
“Yang paling gres seminggu yang lalu. Mas menyalahkan aku ketika aku pergi dengan teman-temanku dan melarang aku untuk pergi dengan orang lain ! Sementara kemarin, Mas ngobrol sama cewek dengan seenaknya. Seolah-olah aku dianggap nggak ada”.
“Kapan ? Saya nggak merasa seperti yang kamu tuduhkan ! Sayang saya tak berkurang kan ? Kamu saja yang lagi senang marahin saya !”
“Aku nggak mau dengar rayuan Mas lagi, pokoknya aku ingin kita bubaran !”
“Lho ! Itu kan maumu, keinginan sepihak. Berarti kamu memaksa saya ?”
“Pokoknya bubar !”
“Nunil, kita kan sudah lama bersama. Hampir satu setengah tahun. Bukan saatnya lagi kita ribut-ribut kayak begini dan ingin bubar lagi. Pasti ada solusinya, kita bisa bicarakan baik-baik”.
“Justru karena sudah lama aku sudah mencoba berdiam diri, biar Mas merasa. Tapi nyatanya Mas masih nggak mengerti juga !”.
“Kamu marah, Nil ?”
“Marah sekali !”
****************
“Terus, terus ……..”, Edri mendengarkan cerita Nunil dengan tekun. Cewek memang suka begitu kalau marah ledakannya sungguh hebat !
“Terus, terus. Memangnya cerita bersambung ?”, Nunil kesal. “Kayaknya kamu lagi nanggapin aku deh, Dri”.
“Bukan begitu, Nil. Kalau kamu ceritakan semuanya nanti bisa plong. Aku kan cuma ingin kamu baik-baik saja”.
“Aku baik-baik aja, koq. Sudah lega dan senang bisa cerita sama kamu. Ya, begitu deh, kalau pacaran sama Adi. Dia mau menang sendiri. Adi itu merasa benar terus. Semua cowok sifatnya begitu, ya ?”
“Nil ….”, Edri mengingatkan. “Aku juga cowok, lho.”
“Sorry, deh ! Soalnya si Adi menyebalkan sih….”
“Kamu itu mestinya membuat kepalamu dingin dulu, Nil. Jangan memutuskan sesuatu dengan keadaan emosi. Hasilnya pasti kurang baik”.
“O, iya ?”
“Iya, coba deh tenang dulu. Kalau besok atau nanti ketemu Adi, bicara baik-baik. Kamu pikirkan yang lebih dalam lagi”.
****************
Keesokan harinya dengan berbekal nasehat dari Edri, Nunil pergi untuk menemui Adi dengan hati yang senang. Maksudnya, dia berusaha mengusir rasa sebal dan segala sumpah serapahnya buat Adi. Nunil sengaja tidak menghubungi Adi lewat HP nya.
Namun setelah tiba di rumahnya Adi, ternyata dia belum pulang sejak kemarin. Ia pergi entah kemana. Dihubungi lewat HP pun tidak ada jawaban. Dengan perasaan kecewa Nunil menitipkan pesannya. Dia berusaha habis-habisan untuk bertemu Adi. Sejam, dua jam, sehari, tiga hari dan berikutnya hanyalah harapan dan penantian yang tak berujung. Akhirnya Nunil mulai kesal karena tidak ada kabar tentang Adi.
“Aku jadi nggak sabaran deh, Dri. Diharapkan ada, malah nggak ada. Dikangenin malah nggak mau tahu. Aku benar-benar kesal, nih !”
“Wah, kamu saja yang suka emosi, Nil. Mungkin dia sedang sibuk atau kamu hanya selisih jalan sama dia”.
“Nggak mungkin, Dri. Aku sudah ke rumahnya, koq. Barangkali dia menghindar dari aku, ya !”
“Tuh, kan mulai lagi deh kamu berprasangka buruk. Itu nggak baik”.
“Soalnya Adi dikangenin nggak mau. Kamu tahu aku kan ? Kalau aku rindu dan orang yang aku rindu nggak ada, aku selalu mengubur rinduku itu. Makin lama waktunya lewat, akau makin nggak mau membicarakannya lagi. Aku anggap sudah nggak ada rindu lagi”.
“Kamu harus makin sering menyabarkan hatimu, Nil. Orang sabar itu selalu dikasihani Allah…..”.
****************
Adi datang ke rumah Nunil seminggu kemudian, setelah Nunil menelepon Edri. Saat itu perasaan Nunil kepada Adi biasa-biasa saja. Dia tidak kesal, dan tidak kangen kepada Adi. Perasaannya sungguh aneh, karena semuanya seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya. Biasa saja. Sangat datar.
“Kamu nggak kangen saya, Nil ?”
“Sudah nggak, tuh !”
“Koq, bisa begitu ?”
“Entah, ya. Itu diluar kehendakku”
“Oh, Nunilku. Kamu pasti masih mendidik marah pada saya, ya ?”
“Nggak tuh !”
“Saya kangen kamu, Nil ! Saya sayang kamu” Lalu Adi menggandeng tangan Nunil. Cepat-cepat Nunil menepiskan tangan kokoh itu.
“Aku tahu…” Malam harinya Nunil menelepon Edri lagi.
“Bayangkan, Dri…. Aku sudah nggak punya kangen lagi. Pun ketika ia muncul di depanku. Boro-boro kangen, digandeng saja aku nggak mau !”
“Kamu nggak boleh begitu, Nil. Kamu terlalu dihantui oleh perasaan kamu sendiri. Koq, sulit amat buat memaafkan kesalahan orang. Coba pikirkan lagi deh. Adi kan bukan orang lain buat kamu”.
“Justru itu ! Aku nggak enak dong, kalau cuma pura-pura sayang sama dia”.
“Cuma karena begitu, kamu jadi nggak sayang lagi ?”
“Pokoknya aku telah kehilangan segala rasa sayangku pada Adi, Dri. Aku sudah lelah…”.
Hening di seberang sana. Edri menunggu kelanjutan pembicaraan Nunil.
“Edri, apa benar ya, kalau kita kehilangan rasa kangen itu artinya kita sudah nggak sayang lagi sama orang yang kita cintai ?”
“Entah ya, Nil. Aku kan belum pernah mengalami seperti kamu itu”.
“Aku telah membohongi Adi, Dri. Sebenarnya sudah lama rasa sayangku itu habis. Sejak dia mulai tidak memperdulikan aku lagi”.
“Nunil, apapun yang akan kamu putuskan, kamu harus yakin benar akan semua tindakan itu, nggak cuma karena emosi. Itu saja. Rasanya aku sudah pernah bilang tentang hal ini kan ?”
“Sudah, terima kasih ya, Dri”.
****************
Nunil baru saja tiba di rumahnya. Ia tampak lusuh setelah seharian penuh pergi ke kampus membantu persiapan lomba penulisan prosa disana. Gadis berambut pendek itu langsung ke kamarnya dan membaringkan dirinya di atas kasur. Ada sesuatu yang lebih melelahkan dirinya selain karena melaksanakan tugas kepanitiaan. Dalam perjalanan pulang, tanpa sengaja Nunil bertemu Adi sedang berduaan dengan wanita lain. Tapi disaat itu ia sudah benar-benar tidak merasakan kecewa lagi. Namun hatinya seperti telah merasakan kelelahan yang amat dahsyat, sehingga ia langsung terlelap tanpa sadar tidak seperti biasanya. Lama Nunil tertidur hingga ia terjaga ketika mendengar suara dering HP nya.
“Selamat malam……..”, Nunil menyapa.
“Malam, Nunil…”
“Oh, kamu Mas”, Nunil segera mengenali suara Adi di seberang sana.
“Ada apa ?”
“Saya ingin menjelaskan kejadian siang tadi”
“Ah, nggak perlu koq, Mas. Semuanya sudah jelas bagiku……”
“Dengar dulu, Nil……”
“Nggak mau, aku tahu pasti Mas akan bilang adalah sulit bagi seseorang buat mengubah pandangannya tentang sesuatu yang sudah biasa dialaminya. Aku kenal betul siapa Mas !”
“Nunil…..”
“Biar kamu tahu, Mas ! Aku sejak dari awal sayang sama Mas, tapi bukan dengan kelakuanmu yang tidak terpuji itu”
Kata Nunil tegas sambil menahan gejolak emosinya.
“Saya tahu”, Adi menghela napasnya. “Maafkan saya, Nil. Kalau cemburu saya sudah kelewatan. Dan kelakuan saya yang menurutmu tidak adil terhadapmu”
Nunil diam sejenak. Dia harus tegas dalam mengambil keputusan.
“Sekarang saya mengerti semuanya, Nil”, Adi mencoba sabar. “Bagaimana kalau kita coba lagi, Nil ?”
“Nggak perlu. Aku sudah lelah”, Nunil memegang dahinya. “Aku sudah terlalu lelah. Aku ingin semuanya berakhir………”.
Tanpa menunggu kalimat Adi, Nunil memutuskan hubungan teleponnya. Tak lama kemudian, ia menghubungi Edri.
“Ternyata aku benar, Dri. Aku langsung kehilangan kangen, itu berarti aku sudah nggak sayang lagi sama orang yang seharusnya aku kangenin………”
“Kamu ngomong apa sih, Nil….. ?”
“Aku sudah resmi bubaran sama Adi barusan, Dri. Besok aku telepon kamu lagi ya ? Sekarang aku sangat lelah…..”.
“Halo, halo…….”, Edri masih memanggil-manggil waktu Nunil buru-buru mematikan HP nya.
****************
Geliat cinta dua antara insan.
Terkadang senyap dan sesekali mejulangi
Mengangkasa hingga tak dapat diraih lagi
Semua ada karena kebersamaan
Cinta yang jauh di ujung sana
Menanti dan mengharap pertemuannya
Dalam gelisah tiada tara
Meski batin tak bisa mengikat diantara keduanya
Suatu ketika cinta itu ternoda
Walau tiada kotoran yang merajahnya
Semua terjadi karena salah yang tipis saja
Hingga akhirnya menghapus rasa yang ada
Saat ini kebersamaan itu telah terganti
Rasa cinta yang selalu terobati
Karena ada dan selalu menemani
Dalam setiap resah dan gelisah yang merajahi
****************
Saat ini, disebuah taman yang indah terlihat dua sosok remaja yang sedang bercerita. Mereka terlihat senang bercengkrama. Kebahagiaan itu terpancar dari kedua senyumnya yang senantiasa saling membalas. Indah ditemani kupu kupu yang terbang diantara bunga-bunga yang berwarna-warni.
Hijau dedaunan dan rumput disekitarnya. Melengkapi perasaan mereka yang baru tumbuh dan semakin memperkuat akar akarnya. Karena cinta diantara keduanya berawal dari akar persahabatan yang sejak lama bersarang. Mereka kini menyirami akar itu dengan perasaan cinta dan kasih sayang.
Kedua sejoli tersebut duduk ditaman saling berhadapan. Mereka saling berucap janji untuk selalu menjaga cinta diantara keduanya. Karena mereka telah memahami kelemahan dan kekurangan masing-masing. Mereka berjanji untuk saling melengkapi. Sebagai pasangan kekasih.-
*********O*********
Penulis : R-82 & Edy Priyatna   Nomor peserta: 228
NB : Untuk membaca hasil karya para peserta Malam Prosa Kolaborasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini : Hasil Karya Malam Prosa Kolaborasi.

(Ilustrasi by Google)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar