TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS

"TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS"

Kamis, 22 September 2011

MARI KITA BANGKIT DAN KITA TINGKATKAN SEMANGAT KEBANGSAAN DALAM KEANEKARAGAMAN BUDAYA BANGSA [HARKITNAS-RANGKAT]


Hari Kebangkitan Nasional ke 103 tahun ini diperingati dengan thema “Melalui Harkitnas ke 103 Kita Tingkatkan Semangat Kebangsaan Dalam Keanekaragaman Latar Belakang Dan Budaya Bangsa”. Hari Kebangkitan Nasional tersebut tidak dapat dipisahkan dari hari kelahiran Boedi Oetomo, karena organisasi inilah yang merintis jalannya perjuangan kemerdekaan Indonesia secara terencana dan teratur. Dan kelahiran Boedi Oetomo yang monumental terjadi di salah satu ruangan sebuah gedung bernama STOVIA.
STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) atau Sekolah Pendidikan Dokter Hindia, adalah sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia (saat ini Jakarta) pada zaman kolonial Hindia-Belanda. Saat ini sekolah ini telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Berdirinya STOVIA
Pada tahun 1848 Pemerintah Kolonial Belanda merencanakan penyelenggaraan pendidikan atau semacam kursus juru kesehatan sehubungan dengan kurangnya tenaga juru kesehatan untuk menghadapi berjangkitnya berbagai macam penyakit berbahaya di wilayah-wilayah jajahannya. Pemerintah kolonial menetapkan perlunya diselenggarakan suatu kursus juru kesehatan di Hindia Belanda. Dan pada tanggal 2 Januari 1849, dikeluarkanlah Surat Keputusan Gubernemen no. 22 mengenai hal tersebut, dengan menetapkan tempat pendidikannya di Rumah Sakit Militer (saat ini RSPAD Gatot Subroto) di kawasan Weltevreden, Batavia (saat ini Gambir dan sekitarnya).
Pada tahun 5 Juni 1853, kegiatan kursus juru kesehatan ditingkatkan kualitasnya melalui Surat Keputusan Gubernemen no. 10 menjadi Sekolah Dokter Djawa, dengan masa pendidikan tiga tahun. Lulusannya berhak bergelar “Dokter Djawa” akan tetapi sebagian besar pekerjaannya adalah sebagai mantri cacar.
Selanjutnya Sekolah Dokter Djawa yang terus menerus mengalami perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Pada tahun 1889 namanya diubah menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Geneeskundigen (atau Sekolah Pendidikan Ahli Ilmu Kedokteran Pribumi), lalu pada tahun 1898 diubah lagi menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (atau Sekolah Dokter Pribumi). Akhirnya pada tahun 1913, diubahlah kata Inlandsche (pribumi) menjadi Indische (Hindia) karena sekolah ini kemudian dibuka untuk siapa saja, termasuk penduduk keturunan “Timur Asing” dan Eropa, sedangkan sebelumnya hanya untuk penduduk pribumi. Pendidikan dapat diperoleh oleh siapa saja yang lulus ujian dan masuk dengan biaya sendiri.
Boedi Oetomo
Ketika itu bangsa Indonesia yang dijajah oleh Belanda, hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat, sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.
Politik ini jelas terlihat pada gambaran berikut:
1. Pengajaran sangat kurang, bahkan setelah menjajah selama 250 tahun tepatnya pada 1850 Belanda mulai memberikan anggaran untuk anak-anak Indonesia, itupun sangat kecil.
2. Pendidikan yang disediakan tidak banyak, bahkan pengajaran tersebut hanya ditujukan untuk menciptakan tenaga yang bisa baca tulis dan untuk keperluan perusahaan saja.
Keadaan yang sangat buruk ini membuat dr. Wahidin Soedirohoesodo yang mula-mula berjuang melalui surat kabar ‘Retnodhumilah’, menyerukan pada golongan priyayi Bumiputera untuk membentuk dana pendidikan. Namun usaha tersebut belum membuahkan hasil, sehingga dr. Wahidin Soedirohoesodo harus terjung ke lapangan dengan berceramah langsung.
R. Soetomo sebagai penggerak, timbul niat di kalangan pelajar STOVIA di Batavia (Jakarta) untuk mendirikan perhimpunan di kalangan para pelajar guna menambah pesatnya usaha mengejar ketertinggalan bangsa.
Langkah pertama yang dilakukan Soetomo dan beberapa temannya ialah mengirimkan surat-surat untuk mencari hubungan dengan murid-murid di kota-kota lain di luar Jakarta, misalnya: Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Magelang.
Pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908 pukul sembilan pagi, Soetomo dan kawan-kawannya: M. Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang kuliah, yaitu di ruang Anatomi gedung STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka.
Setelah segala sesuatunya dibicarakan masak-masak, mereka sepakat memilih “Boedi Oetomo” menjadi nama perkumpulan yang baru saja mereka resmikan berdirinya. Maka lahirlah Boedi Oetomo. “Boedi” artinya perangai atau tabiat sedangkan “Oetomo” berarti baik atau luhur. Boedi Oetomo yang dimaksud oleh pendirinya adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan atas keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat, kemahirannya.
Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa “kaum tua”-lah yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Gambaran peristiwa pada tanggal 20 Mei 1908 tersebut, adanya sekelompok kaum muda yang cerdas dan peduli terhadap nasib bangsa mendirikan organisasi Boedi Oetomo, kelak menjadi inspirasi bangkitnya kesadaran tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa untuk melawan penjajahan yang selama berabad-abad mencengkeram tanah air Indonesia.
Kongres Pertama Boedi Oetomo (3 Oktober – 5 Oktober 1908)
Beberapa bulan kemuadian Boedi Oetomo mengadakan Kongres di Kweekschool atau Sekolah Guru Atas Yogyakarta (Sekarang SMA 11 Yogyakarta) dengan pembicara: 1. R. Soetomo (STOVIA Weltevreden), 2. R. Saroso (Kweekschool Yogyakarta), 3. R. Kamargo (Hoofd der School Magelang), 4. Dr. MM. Mangoenhoesodo (Surakarta), 5. M. Goenawan Mangoenkoesoemo
Setelah berlangsung selama tiga hari, kongres yang dipimpin oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo mengesahkan Anggaran Dasar Boedi Oetomo yang pada pokoknya menetapkan tujuan perhimpunan sebagai berikut:
Kemajuan yang selaras (harmonis) buat negara dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, kebudayaan (kesenian dan ilmu pengetahuan).
Beberapa prestasi yang diraih oleh Boedi Oetomo diantaranya: penerbitan majalah “Guru Desa”, perubahan pelajaraan Bahasa Belanda di Sekolah Dasar yang semula hanya diajarkan di kelas tiga ke atas berubah menjadi mulai kelas satu, serta mendirikan surat kabar resmi Boedi Oetomo berbahasa Belanda, Melayu, dan Jawa.
Boedi Oetomo telah memberikan teladan dengan berdiri di barisan terdepan membawa panji-panji kesadaran, menggugah semangat persatuan, adalah suatu kenyataan yang tidak boleh dikesampingkan.
Bangkitnya kesadaran atas kesatuan kebangsaan dan nasionalisme yang dirintis oleh Boedi Oetomo tersebut menjadi inspirasi bagi munculnya organisasi perjuangan lainnya, di antaranya Jong Ambon (1909), Jong Java dan Jong Celebes (1917), Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918). Pada tahun 1911 juga berdiri organisasi Sarikat Islam, disusul Muhammadiyah pada tahun 1912, Nahdlatul Ulama 1926, dan Partai Nasional Indonesia 1927.Bangkitnya kesadaran atas kesatuan kebangsaan dan nasionalisme yang dirintis oleh Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian menjadi inspirasi bagi munculnya organisasi perjuangan lainnya, di antaranya Jong Ambon (1909), Jong Java dan Jong Celebes (1917), Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918). Pada tahun 1911 juga berdiri organisasi Sarikat Islam, disusul Muhammadiyah pada tahun 1912, Nahdlatul Ulama 1926, dan Partai Nasional Indonesia 1927.
Munculnya nasionalisme tersebut terjadi karena didorong oleh faktor sejarah, yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara. Pada awalnya nasionalisme tumbuh dan berkembang ketika ada peluang pembuka jalan bagi pembentukan sebuah negara dan bangsa.
Rasa nasionalisme inilah yang sesungguhnya secara efektif mentransformasikan komunitas tradisional menjadi sebuah komunitas modern berbentuk negara-bangsa atau nation state. Kendati memiliki tujuan institusional yang berbeda-beda, akan tetapi semua organisasi kebangsaan memiliki ciri yang sangat menonjol yakni sama-sama bertekad mencapai Indonesia merdeka.
Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia berhasil ditegakkan, namun bukan berarti perjuangan sebagai negara bangsa telah usai. Justru saat menjadi bangsa merdeka itulah perjuangan yang sesungguhnya yakni upaya mengisi kemerdekaan sedang dimulai. Selama 66 tahun merdeka, seiring pergantian pemerintahan, dinamika dalam upaya mengisi kemerdekaan terus berlangsung.
Permasalahan yang selalu datang silih-berganti, memerlukan kerja keras dan keterlibatan segenap anak bangsa untuk mengatasinya. Tetapi kita sadar dan yakin, bahwa nilai-nilai kebangsaan dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita akan tetap menjadi acuan dalam mengarungi perjalanan bangsa Indonesia saat ini dan dimasa yang akan datang.
Mari Kita BANGKIT dan Kita Tingkatkan Semangat Kebangsaan Dalam Keanekaragaman Latar Belakang Dan Budaya Bangsa.-
*(sumber dari berbagai media)
___________________________________________________
DESA RANGKAT  menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda,  datang, bergabung  dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)
13013791301221151128

Tidak ada komentar:

Posting Komentar