TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS

"TERUSLAH MENULIS SELAMA KITA MASIH BISA MENULIS"

Rabu, 21 September 2011

TIKUS MEMBUNUH DI KULON PROGO, YOGYAKARTA


Sampai hari ini kasus Leptospirosis di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta terus meningkat. Selama tahun 2011 ini sudah ada 153 kasus. Sebanyak 13 orang di antaranya meninggal dunia.
Bakteri leptospira tersebut diketahui sudah membunuh 13 warga Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penderita Leptospirosis ke-13 yang meninggal dunia pada Kamis tanggal 07 April 2011 adalah Tukiman (57) seorang petani, warga Gerpule, Desa Bajarharjo, Kecamatan Kalibawang. Sementara jumlah penderita terus bertambah dan mencapai angka 153 orang. Tukiman sempat dirawat di RSUD Wates selama satu pekan. Hanya saja, serangan bakteri leptospira yang dibawa oleh tikus telah mengakibatkan korban mengalami gagal ginjal. Hingga akhirnya korban meninggal dunia. Sebelumnya, selama dua hari dia demam dan setelah dibawa ke rumah sakit, diketahui positif terkena Leptospirosis. Pada Kamis, jenazah Tukiman dimakamkan di pemakaman umum desa setempat. Hingga menjelang meninggal, korban tidak mengetahui kapan tertular dan mulai terserang penyakit ini.

Ada kemungkinan dia tertular dari kencing tikus yang terbawa aliran air di sawah. Pemkab Kulon Progo telah menetapkan kasus Leptospirosis sebagai kejadian luar biasa (KLB) terhitung pada akhir Maret lalu. Beberapa pihak sudah dilibatkan untuk menanggulangi penyebaran penyakit ini. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menetapkan kasus Leptospirosis tersebut sebagai kejadian luar biasa (KLB) mengacu pada SK Bupati No 360/901 tertanggal 1 Maret 2011. Namun surat ini baru diterimakan oleh Dinas Kesehatan pada akhir Maret lalu.

Kasus Leptospirosis, ditengarai sebagai penyakit baru di Kulon Progo. Penyakit ini baru ditemukan di 2007 dengan tiga kasus. Begitu pula di 2008 dan 2009. Lonjakan baru terjadi pada 2010 dengan ditemukan 55 kasus, 8 orang di antaranya meninggal dunia. Sedangkan di tiga bulan awal 2011, sudah ada 153 kasus, dan 13 di antaranya meninggal.

Kasi Pengamatan Penyakit dan Imunisasi Dinkes Baning Rahayu Jati mengatakan, bahwa kasus ini telah menyebar di 12 kecamatan yang ada di Kulon Progo. Mayoritas yang terserang adalah petani, laki-laki yang banyak melakukan aktivitas di persawahan. Penyakit ini dibawa oleh tikus, yang menularkan melalui kencing dengan media perantara air ataupun tanah. Petani di sejumlah wilayah DI Yogyakarta belum banyak mengetahui penyakit Leptospirosis dan bahayanya. Padahal, penyakit yang sedang merebak itu mengancam para petani. Menurut para petani di Desa Gejawan Wetan, Kecamatan Gamping, Sleman, mengaku tak tahu penyakit Leptospirosis. Pemerintah belum pernah mensosialisasikan penyakit itu. Taryono (52), petani Desa Jatisarono, Kecamatan Nanggulan, Kulon Progo, mengatakan, pemerintah desa memang meminta setiap warga mewaspadai penyakit akibat urine tikus. Namun, banyak yang belum tahu jelas gejala dan dampaknya.

Secara terpisah, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Hari Kusnanto mengatakan, berdasar penelitian di Bantul, pola penyebaran Leptospirosis berada di alur irigasi dan sungai-sungai kecil di persawahan. Air di lokasi itu mengandung bakteri Leptospirosa seperti yang berasal dari inang penular, seperti tikus atau sapi yang terjangkit Leptospirosis. Agar penyakit itu tidak meningkat, masyarakat perlu menekan laju populasi tikus dan kembali mempraktikkan teknik-teknik kesehatan dasar. Tidak boleh meremehkan penyakit itu karena dapat mengakibatkan pendarahan paru-paru, gagal ginjal dan lever. Dinas kesehatan diharapkan tak hanya fokus mengobati dan mencegah Leptospirosis. Koordinasi dengan dinas peternakan atau dokter hewan pun perlu.

Apakah Leptospirosis
Definisi
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi (kelembaban), khususnya di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama. pembuangan sampah. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara insiden leptospirosis tinggi dan peringkat tiga di dunia untuk mortalitas.

Gejala Klinis
Stadium Pertama :
• Demam tinggi, menggigil
• Sakit kepala
• Malaise (Lesu/Lemah)
• Muntah
• Konjungtivitis ( radang mata)
• Rasa nyeri otot betis dan punggung
• Gejala-gejala akan tampak antara 4 s/d 9 hari
• Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/purulent kemerahan pada mata.
• Rasa nyeri pada otot-otot

Gejala Karakteristik
Stadium kedua :
• Terbentuk antibodi di dalam tubuh penderita
• Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama
• Apabila  demam  dan  gejala-gejala lain timbul, kemungkinan akan   terjadi meningitis
• Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat

Pencegahannya
Membiasakan diri dengan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) :
• Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus
• Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan
• Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya.
• Melindungi pekerja yang beresiko tinggi  terhadap  Leptospirosis  (petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain-lain) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
• Menjaga kebersihan lingkungan
• Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah
• Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang
• Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung
• Menghindari pencemaran oleh tikus
• Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus
• Meningkatkan penangkapan tikus

Cara Penularan
Manusia terinfeksi Leptospirosis melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan penderita Leptospirosis. Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau makanan yang terkontaminasi oleh urin tikus/hewan terinfeksi Leptospirosis. Masa inkubasi selama 4 s/d 19 hari.

Faktor Resiko
Kontak dengan lingkungan yang tercemar bakteri Leptospirosis, seperti :
• Banjir
• Petani
• Peternak
• Pekerja Kebun
• Pekerja Rumah Potong Hewan
• Pembersih selokan
• Pekerja Tambang
• Mencuci/Mandi di Sungai/Danau
• Menjamah Hewan

Komplikasi
• Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6
• Pada Ginjal : Gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian
• Pada Jantung : Berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
• Pada Paru-Paru : Batuk darah, nyeri dada, sesak napas
• Perdarahan  karena  adanya  kerusakan  pembuluh  darah  dari  saluran  pernapasan,  saluran pencernaan, ginjal,  saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
• Pada Kehamilan : Keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati

Apa yang harus dilakukan :
Periksa ke Puskesmas atau pelayanan kesehatan terdekat


Pengendalian Tikus Secara Masal
Para petani di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, telah melakukan secara beramai-ramai pengendalian hama tikus di lahan sawah dengan cara omposan untuk meminimalkan resiko penularan penyakit Leptospirosis. Dengan cara diompos, tikus akan mati di dalam liang dan tidak menebar penyakit yang menjadi momok masyarakat tersebut. Puluhan petani yang tergabung dalam kelompok tani (KT) Tani Makmur telah melakukan gerakan membasmi tikus di Bulak Sanggrahan, Pedukuhan Taruban Wetan, Desa Tuksono, sekaligus sebagai pencanangan pengendalian hama tikus di wilayah Kabupaten Kulon Progo.

Acara itu dihadiri oleh Bupati H Toyo Santoso Dipo, Kadis Pertanian DIY Ir Nanang Suwandi MPA, Assek II Drs Nugroho, Kadis Pertahut Ir Bambang Tri Budi Harsono dan Camat Sentolo Rudi Widiatmoko S Sos (24 Maret 2011). Pada kesempatan tersebut, Bupati Toyo minta agar pengendalian hama tikus tersebut dilakukan secara berkelanjutan hingga tuntas.

Tikus, mempunyai tingkat reproduksi yang sangat tinggi, sehingga kalau tidak dikendalikan secara berkelanjutan maka dalam waktu relatif singkat populasinya akan bertambah menjadi sangat banyak. Dan tikus merupakan ranking 2 Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang berpotensi mengancam produksi padi. OPT lain adalah penggerak batang, wereng coklat, kresek dan tungro. Selain tungro, OPT tersebut populasinya terus mengalami peningkatan, sehingga cepat atau lambat OPT harus dikendalikan agar tidak menunrunkan produksi padi. Ditambahkan, bahwa tikus memiliki tingkat reproduksi tinggi, dalam satu tahun 1 pasang bisa berkembang menjadi 200 ekor.

Di samping itu, tikus mempunyai kemampuan migrasi massal 1 hingga 2 km, sehingga harus dikendalikan secara berkesinambungan. Karena ada penularan penyakit Leptospirosis, pengendaliannya harus menggunakan cara yang aman, seperti pengemposan. Dengan cara ini tikus mati di dalam liang sehingga kencingnya tidak tersebar di luar. Sementara menurut Ketua KT Tani Makmur, Suyanto (34), akibat serangan tikus, produksi padi di bulak Sanggrahan turun sekitar 25 persen. Sebelumnya rata-rata produksi mencapai 11 - 12 ton per hektare, namun pada musim lalu turun menjadi 8,6 ton.

Meski diakui dengan cara omposan kalah efektif dibanding cara manual, namun dia berharap populasi tikus di Bulak Sanggrahan bisa berkurang secara signifikan. Sebelum pencanangan dilakukan peragaan teknik pengendalian sistem pengemposan pada lubang persembunyian tikus menggunakan alat pengemposan tiran oleh petugas UPT BPTP Yogyakarta di hadapan Bupati Kulon Progo. Selesai pencanangan yang ditandai dengan pemukulan kentongan dilanjutkan dengan pemberian bantuan oleh Bupati kepada Kelompok Tani berupa obat serta alat pengempos tiran dan dilanjutkan dengan penyuluhan tentang penyakit Leptospirosis oleh dr. Budi Ismanto HS, M.Kes Kabid P2M dan PL Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo didampingi Kepala Puskesmas Sentolo II drg. Iting Mamiri, dan Kepala Puskesmas Sentolo I dr. Sandrawati Said, M.Kes.

Menurut salah satu petani yang dihubungi Tim Werbdinkes, penggunaan alat pengempos tiran untuk wilayah Bulak Sanggrahan baru yang pertama kali dilakukan, sedangkan sebelumnya biasanya pengendalian dengan sistem gropyokan dengan menggali lubang persembunyian tikus. Dengan demikian sebagian besar petani masih perlu menguji keampuhan sistem pengemposan ini.

Diharapkan upaya pengendalian tikus secara masal oleh para petani tersebut dapat mengurangi resiko penularan penyakit Leptospirosis. Dan Pemda setempat tetap waspada serta selalu mengawasi secara ketat semua lingkungan. Semoga kasus Leptospirosis tersebut tidak terus mewabah (EN).-

Postingan 09 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar